Sebagian dari kalian mungkin asing dengan The Grounds of Alexandria, yang ada di Sydney itu. The Grounds of Alexandria sendiri merupakan kafe atau resto tematik, yang menyajikan nuansa 'hijau' nan menyegarkan. Penampakannya kurang lebih seperti ini. The Grounds of Alexandria yang ada di Sydney Nah, buat kalian yang mau merasakan nuansa tempat nongkrong yang seperti itu. Tak perlu jauh-jauh. Ada di Kota Batu! Retrorika namanya. Retrorika Coffee Bar & Resto, lengkapnya. Di Desa Bumiaji letaknya. Ada di Google Maps, atau bisa dicari via Instagram @retrorika.id . Buka hampir setiap hari. Jam 11.00-00.00 WIB untuk hari biasa, dan 10.00-00.00 WIB di akhir pekan. JANGAN LUPA, kafe ini tutup setiap hari KAMIS. Jangan seperti CPI yang melewatkan informasi tersebut. D engan percaya dirinya 'nyengklak' motor Vario 150 2019, dari Pemkot mBatu ke Jl. Dewi Mutmainah No. 2 Desa Bumiaji. Motor yang cukup gede untuk ' wong cilik ' dengan tinggi 150an cm. ...
CPI Menulis - 'Ethnic Wear' Fashion Show diadakan oleh Indonesian Fashion Chamber (IFC) di Main Atrium Grand City Mall Surabaya, Sabtu (30/7) malam. Acara tersebut merupakan rangkaian dari Beauty of Indonesia. Dimana sebelumnya telah diadakan acara One Hundred Sarongs Project dan Sarong is My New Denim Campaign pada 26-27 Juli, dengan lokasi yang sama.
'Ethnic Wear' Fashion Show merupakan ajang bagi para desainer IFC untuk menunjukkan karyanya. Dengan menggunakan bahan utama sarung, para desainer mencoba mengkombinasikan dengan bahan lainnya.
Priska Henata, salah seorang desainer IFC menerangkan bahwa dirinya baru kali pertama merancang pakaian dengan bahan utama sarung. Sebelumnya dia biasa mendesain gaun untuk pesta.
"Saya mengkombinasikan sarung dengan bahan taveta dan katun. Desain saya untuk casual anak muda dan lebih menonjolkan kesan trendy daripada beauty," kata Priska saat diwawancarai Sabtu (30/7) di Atrium Grand City.
Lain halnya dengan Priska, Geraldus Sugeng, desainer IFC mengangkat tema Mermaid Life dengan memanfaatkan keunikan batik Probolinggo. Dia memilih batik tulis Prabu Linggih Probolinggo karena jarang diangkat dan motifnya mengandung makna yang sesuai dengan apa yang ingin dia tunjukkan.
"Batik Probolinggo memiliki motif bulat dengan daun anggur ditengahnya. Lingkaran tersebut melambangkan keharmonisan. Dan daun anggur merupakan ciri Kota Probolinggo yang terkenal dengan anggur," terang Gerald.
Menurut dia, desain buatannya menekankan pada sisi sporty dan seksi.
Selain para desainer dari IFC, adapula guest designer, Deden Siswanto. Deden menjelaskan bahwa desainnya terinspirasi dari etnik China. Menurut dia tiap budaya di Indonesia mengandung unsur China.
"Untuk desain yang saya buat, budaya Kalimantan lebih saya tonjolkan. Ada motif rotan dan borneo disana. Untuk bahannya saya padukan kain tradisional yang ada di Indonesia," kata Deden.
Dia ingin menunjukkan kesan magical pada desain yang dibuat dengan pilihan warna sarung bright atau menyala.
"Saya menambahkan aksesoris ala tulang binatang dan scarf motif laser burung phoenix," tambah Deden.
Acara yang diisi oleh karya-karya dari desainer IFC ini diharapkan dapat menginspirasi dan mengenalkan pada khalayak bahwa kain sarung jika dipadankan dengan bahan lainnya juga dapat menghasilkan sebuah mahakarya. Disamping itu diharapkan dapat mengangkat pengrajin yang ada di daerah. Sebagaimana tema acara ini dibuat, Beauty of Indonesia. (cpi)
'Ethnic Wear' Fashion Show merupakan ajang bagi para desainer IFC untuk menunjukkan karyanya. Dengan menggunakan bahan utama sarung, para desainer mencoba mengkombinasikan dengan bahan lainnya.
Priska Henata, salah seorang desainer IFC menerangkan bahwa dirinya baru kali pertama merancang pakaian dengan bahan utama sarung. Sebelumnya dia biasa mendesain gaun untuk pesta.
"Saya mengkombinasikan sarung dengan bahan taveta dan katun. Desain saya untuk casual anak muda dan lebih menonjolkan kesan trendy daripada beauty," kata Priska saat diwawancarai Sabtu (30/7) di Atrium Grand City.
Lain halnya dengan Priska, Geraldus Sugeng, desainer IFC mengangkat tema Mermaid Life dengan memanfaatkan keunikan batik Probolinggo. Dia memilih batik tulis Prabu Linggih Probolinggo karena jarang diangkat dan motifnya mengandung makna yang sesuai dengan apa yang ingin dia tunjukkan.
"Batik Probolinggo memiliki motif bulat dengan daun anggur ditengahnya. Lingkaran tersebut melambangkan keharmonisan. Dan daun anggur merupakan ciri Kota Probolinggo yang terkenal dengan anggur," terang Gerald.
Menurut dia, desain buatannya menekankan pada sisi sporty dan seksi.
Selain para desainer dari IFC, adapula guest designer, Deden Siswanto. Deden menjelaskan bahwa desainnya terinspirasi dari etnik China. Menurut dia tiap budaya di Indonesia mengandung unsur China.
"Untuk desain yang saya buat, budaya Kalimantan lebih saya tonjolkan. Ada motif rotan dan borneo disana. Untuk bahannya saya padukan kain tradisional yang ada di Indonesia," kata Deden.
Dia ingin menunjukkan kesan magical pada desain yang dibuat dengan pilihan warna sarung bright atau menyala.
"Saya menambahkan aksesoris ala tulang binatang dan scarf motif laser burung phoenix," tambah Deden.
Acara yang diisi oleh karya-karya dari desainer IFC ini diharapkan dapat menginspirasi dan mengenalkan pada khalayak bahwa kain sarung jika dipadankan dengan bahan lainnya juga dapat menghasilkan sebuah mahakarya. Disamping itu diharapkan dapat mengangkat pengrajin yang ada di daerah. Sebagaimana tema acara ini dibuat, Beauty of Indonesia. (cpi)
Komentar
Posting Komentar